Senin, 16 Maret 2015

           

Tanggung Jawab Seorang Muslimah


             Pada dasarnya tanggung jawab seorang wanita muslimah dan laki-laki muslim semuanya sama di hadapan Allah yaitu beribadah kepada-Nya, menjalankan fungsi kekhalifahan di atas muka bumi, menyeru pada yang haq dan berusaha menghindar pada yang munkar. Seperti yang telah dicantumkan dalam QS. An-Nisa: 124 yang artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun.
Pada waktu tertentu, tanggung jawab wanita muslimah tidak kalah sedikit dibanding kaum laki-laki. Bahkan adakalanya lebih besar, karena jika dirinci secara mendetail terdapat jauh lebih banyak tugas wanita dibanding laki-laki, meski begitu keduanya memiliki porsinya masing-masing.
Di zaman sekarang ini banyak wanita merasa bangga ketika menjadi sosok yang hebat dan berhasil di dunia karirnya, di negeri barat sana bahkan banyak wanita yang menyengaja untuk memilih tidak mempunyai anak karena dianggap merepotkan dan mengganggu rutinitasnya. Na’udzubillah
Sebagai seorang muslimah tentu kita patut merenungi hakikat sosok seorang wanita itu sendiri. Mengapa Allah menciptakan hawa dengan segenap kekurangan dan kelebihannya? Mengapa wanita ditakdirkan mempunyai rahim dan sifat kasih sayang? Mengapa pula Allah memerintah agar kaum hawa senantiasa menjaga dirinya? Tentu semua itu karena wanita mempunyai peran yang cukup penting dalam sebuah kehidupan. Hal ini dapat dilihat dalam pembagian periode kehidupan wanita muslimah beserta tanggung jawab yang patut diikhtiarkan dalam memenuhinya.
Dua Periode Kehidupan Wanita Muslimah
Pertama, Sebelum Menikah
Saat seorang wanita muslimah belum menikah, maka ia mempunyai tanggung jawab untuk menunaikan hak-hak kedua orang tuanya. Beberapa tanggung jawab wanita muslimah terhadap kedua orang tuanya antara lain:
1. Birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua)
Allah azza wa Jalla memberikan kedudukan tinggi dan mulia kepada orang tua. Allah meletakkan kedudukan tersebut setelah kedudukan iman dan tunduk patuh pada-Nya. Seorang muslimah yang menyadari akan petunjuk Illahinya itu tentu akan berusaha untuk selalu berbakti kepada kedua orang tuanya. Tanggung jawab ini tidak akan berhenti sampai berumah tangga nanti, akan tetapi terus berlanjut hingga akhir hayatnya. Meski setelah menikah sosok terpenting untuk dihormati adalah suaminya sendiri.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wassalam menempatkan birrul walidain di antara dua amalan terbesar dalam Islam, yaitu shalat pada waktunya dan jihad di jalan Allah, karena shalat merupakan tiang agama, sedangkan jihad di jalan Allah adalah puncak perjuangan tertinggi dalam Islam. Di sisi lain ada pula hal penting yang perlu menjadi perhatian yaitu berusaha berbuat baik kepada kedua orang tua meski keduanya bukan muslim. Seperti yang dikisahkan dalam hadits berikut ini:
Asma binti abu Bakar RA berkata: “Ibuku pernah mendatangiku, sedang dia seorang musyrik pada masa Rasulullah, lalu aku meminta petunjuk kepada Rasul: “Ibuku telah datang kepadaku dengan penuh harapan kepadaku, apakah aku harus menyambung hubungan dengan ibuku itu?” Beliau menjawab: “Benar, sambunglah hubungan dengan ibumu!” (Muttafaq ‘alaih).
2. Menghormati dan menjalin hubungan yang baik terhadap kerabat-kerabatnya
Menghormati kerabat orang tua berarti menjalin silaturahim yang baik dan memelihara hubungan kekeluargaan dengan kerabat mereka baik dari jalur ibu dan bapak seperti paman, tante, sepupu, dan kerabat yang lainnya.
3. Mendoakan dan Memohonkan Ampun
Dalam sebuah hadits pernah diceritakan, bahwa ada orang tua yang bertanya-bertanya kepada Allah pada hari pembalasan karena mendapatkan nikmat surga, lalu Allah menjawab bahwa itu karena doa anaknya yang shalih (Muttafaq ‘alaih).
Dalam Al-Quran surah Al Israa: 24 juga difirmankan bahwasanya Allah memberikan tuntunan bagaimana seharusnya seorang anak tidak melupakan orang tuanya dalam doa.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil”. (Al Israa: 24)
Mendoakan kedua orang tua berarti berbakti kepada mereka, bentuk amal kebajikan yang tidak akan terhalang hingga di hari pembalasan. Dalam hadits shahih disebutkan bahwa salah satu di antara 3 amal manusia yang tidak putus salah satunya adalah doa anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya.
Mendoakan juga merupakan bentuk ikhtiar untuk mempererat hubungan ruhiyah antara anak dan orang tua kepada Allah. Bagi wanita muslimah ini sangat utama karena pada akhirnya ia juga akan menjadi seorang ibu. Sehingga ia akan menghayati betapa berartinya sebuah doa dari anak-anaknya. Dalam mendoakan tidak hanya meminta kebaikan bagi mereka saja tetapi memohonkan ampun atas dosa-dosanya. Tentu kita ingat ketika kita masih kecil, kedua orang tua kita lah yang selalu merawat dan mendoakan agar kita tumbuh besar, sehat, cerdas, dan beriman, bahkan hingga kita dewasa dan sering berbuat kekhilafan, seringkali mereka memaafkan dan memohonkan ampunan bagi kita. Setiap doa dari mereka bahkan senantiasa diucapkan dengan penuh ketulusan tanpa putus.
4. Menunaikan Janjinya
Meski seorang wanita kita juga mempunyai tanggung jawab untuk menunaikan janji kedua orang tua kita meski keduanya telah meninggal. Pernah dikisahkan seorang wanita dari suku Juhainah datang menghadap Nabi SAW, selanjutnya wanita itu bertutur:
“Ibuku pernah bernadzar untuk menunaikan ibadah haji tapi ia meninggal sebelum sempat menunaikannya. Apakah aku harus berhaji untuknya?” Nabi menjawab, “Ya, berhajilah untuknya, bukankah engkau mengetahui bahwa apabila ibumu mempunyai uang engkau akan membayarnya, karena itu tunaikanlah haji, karena hak Allah itu lebih wajib untuk dipenuhi.” (HR. Bukhari).
Oleh karena itu penting bagi wanita muslimah mengetahui dan berusaha menunaikan janji termasuk utang kedua orang tuanya. Sehingga dapat membebaskan kedua orang tuanya ketika ditanya tentang utang-utangnya ketika akhirat nanti.
Kedua, setelah menikah
Periode berikutnya adalah periode baru dalam kehidupan seorang wanita muslimah, karena setelah menikah berarti ia memasuki kehidupan berkeluarga untuk membentuk rumah tangga Islami. Pada periode ini, ada beberapa tahap yang perlu dipelajari, karena ketiganya merupakan bagian tanggung jawab yang besar:
1. Tanggung Jawab Terhadap Suami
Taat pada suami
Ketaatan seorang wanita muslimah pada suaminya adalah perintah dari Allah ‘Azza wa Jalla secara langsung. Di balik perintah Allah ini terkandung berbagai keutamaan, antara lain:
Masuk pintu surga dari pintu surga mana saja yang dikehendaki. Rasulullah Sallalallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda:
“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, shaum di Bulan Ramadhan, dan taat kepada suaminya maka ia berhak masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki” (HR Ahmad dan Thabrani).
Mendapat ampunan
“Burung-burung di udara, hewan di lautan, dan para Malaikat akan memohon ampunan kepada Allah bagi seorang wanita yang taat pada suaminya dan suaminya ridha kepadanya” (Muttafaqun ‘alaih). Perlu kita perhatikan bahwasanya ketaatan seorang istri kepada suaminya tentulah selama suaminya mengajak kepada kebaikan dan tidak mengajak bermaksiat kepada Allah.
Menjaga kehormatan suami
Amanah yang sungguh berat, karena kehormatan suami juga merupakan kehormatan istrinya. Dalam menjalankan tanggung jawab tersebut memang tidak mudah, sehingga pantaslah seorang suami ditakdirkan menjadi imam dalam sebuah rumah tangga, karena seorang suami berhak membimbing istrinya agar juga menjaga kehormatan suami dan keluarganya. Dalam hal ini keduanya mempunyai peran untuk saling mengingatkan agar kehormatan keluarga tetap terjaga dan tidak terjerumus dalam fitnah.
2. Tanggung jawab terhadap anak-anak
Selain menjaga kehormatan pada suami ada pula tanggung jawab seorang muslimah sebagai seorang ibu. Dalam hal ini peran dan tanggung jawab seorang ibu untuk mendidik anak-anak mereka jauh lebih utama dari pekerjaan kantornya sekalipun (bila mereka bekerja), karena pada hakikatnya yang bertanggung jawab mencari nafkah adalah seorang suami, sedang wanita berkewajiban untuk taat selama diperintah dalam kebaikan, ketaatan itu salah satunya dengan menjaga dan mendidik anak-anaknya.
Pendidikan anak sangat disarankan untuk memulainya sejak dini, bahkan sedari dalam kandungan. Oleh karena itu para muslimah harus mencari sosok imam yang baik bagi anak-anak mereka nanti, yaitu laki-laki shalih yang berilmu dan cukup finansialnya, sehingga ia akan bertanggung jawab sepenuhnya kepada istri dan generasi keturunannya di dunia dan insya Allah di akhirat kelak. Hal ini juga tercantum dalam QS. An-Nisa: 9 yang artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” 
3. Tanggung jawab terhadap masyarakat
Wanita muslimah yang sudah berumah tangga bukan berarti mereka hanya berdiam diri di dalam rumah dan enggan bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Baiknya mereka tetap beramar ma’ruf di lingkungan masyarakat, bahkan berusaha menjadi teladan yang baik, seperti tidak tamak dan sombong. Meski hal itu merupakan kewajiban, tentulah dalam prakteknya harus mendapat izin dari imam di keluarga tersebut, karena sejatinya seorang istri adalah makmum dari suami yang sama-sama tinggal dalam sebuah lingkup masyarakat dan masyarakat sendiri merupakan lahan dakwah yang utama bagi mereka.
Allahu a’lam bisshawab.
Astaghfirullahal ‘adzim.

7 komentar: